Halo Sobat Milky!
Siapa sangka, lomba perahu tradisional dari Riau mendadak jadi viral dan menarik perhatian dunia? Ya, pacu jalur bukan sekadar perlombaan mendayung, tapi kini telah menjadi simbol budaya yang mendunia—berkat aksi luar biasa seorang bocah penari perahu bernama Rayyan Arkhan Dikha. Yuk, kita kupas fenomena ini dari akarnya!
![]() |
Sumber: KALTIM TODAY |
Apa Itu Pacu Jalur?
Pacu jalur adalah lomba mendayung perahu panjang khas Kuantan Singingi, Provinsi Riau. Perahunya—disebut "jalur"—panjangnya bisa mencapai 40 meter, dinaiki oleh 40–60 pendayung pria. Di bagian paling depan berdiri anak kecil yang menari dengan semangat penuh, peran yang kini viral secara global.
Sejarah Panjang dari Sungai Kuantan
Tradisi pacu jalur sudah ada sejak abad ke-17, pada masa Kerajaan Indragiri. Dulu, pacu jalur digunakan sebagai bagian dari:
-
Upacara adat masyarakat pesisir sungai
-
Perayaan panen dan ritual kerajaan
-
Penyambutan tamu bangsawan
Seiring waktu, tradisi ini menjadi festival rakyat yang dilaksanakan tiap Agustus untuk memperingati Hari Kemerdekaan. Setiap desa di Kuansing berlomba mempersiapkan jalur terbaiknya, dihias warna-warni dan dilatih berbulan-bulan lamanya. Bukan hanya ajang perlombaan, ini adalah simbol harga diri dan persatuan kampung.
Rayyan Arkhan Dikha & Fenomena “Aura Farming”
Viralnya pacu jalur tahun ini tidak lepas dari sosok Rayyan Arkhan Dikha, bocah berusia 9 tahun yang menari penuh gaya di ujung jalur. Dalam video yang viral, Rayyan terlihat menari dengan percaya diri, ekspresif, dan semangat luar biasa—seolah sedang menyalurkan “aura bintang utama.” Netizen menjulukinya sebagai Anak Coki dan menciptakan istilah lucu: “Aura Farming”.
Gerakan Rayyan menyebar cepat di TikTok, Instagram, bahkan menjadi inspirasi selebrasi gol oleh pemain klub sepak bola top dunia seperti AC Milan dan PSG. Maskot-maskot klub Eropa ikut membuat versi parodi gerakannya!
Dampak Positif: Budaya Lokal Melesat ke Global
Viralnya video Rayyan membuat banyak orang luar negeri penasaran akan pacu jalur. Pemerintah Provinsi Riau langsung menangkap peluang ini. Kepala Dinas Pariwisata menyebut momentum ini sebagai pintu emas promosi budaya Melayu Riau ke tingkat dunia.
Gubernur Riau dan DPR RI bahkan mengusulkan agar pacu jalur segera didaftarkan ke UNESCO sebagai warisan budaya takbenda. Beberapa rencana ke depan:
-
Undangan peserta mancanegara dalam event pacu jalur
-
Produksi dokumenter budaya
-
Festival kebudayaan Melayu di level ASEAN
Klaim Negara Lain: Latah atau Salah Paham?
Sayangnya, popularitas pacu jalur juga membawa masalah: beberapa warganet dari Malaysia, Vietnam, dan Thailand salah mengira bahwa budaya ini berasal dari negara mereka. Bahkan sempat muncul akun yang mengklaim tari anak coki sebagai "warisan laut Asia Tenggara".
DPR RI dan para tokoh budaya langsung menanggapi dan menegaskan bahwa pacu jalur adalah asli dari Kuantan Singingi, Riau, Indonesia. Jangan sampai budaya kita diklaim karena kita sendiri tidak mengangkatnya.
Seni, Olahraga, dan Identitas Melayu
Keunikan pacu jalur terletak pada perpaduan antara kekuatan, strategi, dan seni. Beberapa peran penting dalam satu perahu jalur:
-
Pendayung utama, barisan tenaga
-
Tukang onjai, pengatur irama dan semangat
-
Anak coki (penari), simbol semangat, yang tahun ini dibintangi Rayyan
-
Timbo, penimba air agar jalur tetap ringan
-
Galah, penjaga arah jalur agar tak keluar lintasan
Keseluruhan formasi ini mencerminkan harmoni sosial, kerja tim, dan seni pertunjukan khas masyarakat Melayu Riau.
Penutup: Dari Sungai ke Dunia
Rayyan Arkhan Dikha bukan cuma anak kecil yang menari di ujung perahu. Ia kini menjadi simbol bagaimana budaya lokal bisa menembus batas internasional—cukup dengan semangat, ekspresi tulus, dan satu video viral.
Pacu jalur, yang selama ini hanya dikenal di tepian Sungai Kuantan, kini mendapat tempat di layar dunia. Dan yang lebih penting: kini dunia tahu bahwa dari sungai kecil di Indonesia, muncul semangat besar yang bisa menginspirasi siapa saja.